Tuesday, 4 March 2014

Taman Nasional Tesso Nilo

ukui - tesso nilo

taman nasional tesso nilo - ukui

Taman Nasional Tesso Nilo adalah sebuah taman nasional yang terletak di provinsi Riau, Indonesia. Taman nasional ini diresmikan pada 19 Juli 2004 dan mempunyai luas sebesar 38.576 hektare. Taman Nasional Tesso Nilo adalah sebuah taman nasional yang terletak di provinsi Riau tepatnya di Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hulu. Taman nasional ini diresmikan pada 19 Juli 2004 dan kini Taman Nasional Tesso Nilo menjadi salah satu primadona Wisata Provinsi Riau selain Fenomena Gelombang Bono di Teluk Meranti dan Istana Sayap di Kerajaan Pelalawan yang berada di Sungai Rasau (anak sungai Kampar). Terdapat 360 jenis flora yang tergolong dalam 165 marga dan 57 suku, 107 jenis burung, 23 jenis mamalia, tiga jenis primata, 50 jenis ikan, 15 jenis reptilia dan 18 jenis amfibia di setiap hektare Taman Nasional Tesso Nilo. Tesso Nilo juga adalah salah satu sisa hutan dataran rendah yang menjadi tempat tinggal 60-80 ekor gajah dan merupakan kawasan konservasi gajah. Selain itu Taman Tesso Nilo juga sebagai tempat  pelestarian habitat harimau Sumatera. Masyarakat di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo mempertahankan pohon Sialang dan mengambil madu dari lebah yang ada di pohon sialang  dan menjadikan madu hutan sebagai usaha ekonomi alternatif. Tahun 2001 Center for Biodiversity Management dari Australia menemukan 218 jenis tumbuhan vascular di petak seluas 200 m2. Sedangkan hasil penelitian LIPI dan WWF Indonesia (2003) dalam petak sample plot berukuran 1 hektar ditemukan 360 jenis yang tergolong dalam: 165 marga dan 57 suku dengan rincian 215 jenis pohon dan 305 jenis anak pohon, sehingga kawasan Tesso Nilo disebut-sebut sebagai hutan yang terkaya keanekaragaman hayatinya di dunia.
gajah di tesso nilo 

Beberapa jenis tumbuhan yang ada di Tesso Nilo merupakan jenis yang terancam punah dan masuk dalam data red list IUCN, seperti Kayu Batu (Irvingia Malayana), Kempas (Koompasia Malaccensis), Jelutung (Dyera Polyphylla), Kulim (Scorodocarpus Borneensis), Tembesu (Fagraea Fragrans), Gaharu (Aquilaria Malaccensis), Ramin (Gonystylus Bancanus), Keranji (Dialium Spp), Meranti (Shorea spp), Keruing (Dipterocarpus spp), Sindora Leiocarpa, Sindora velutina, Sindora Brugemanii, dan jenis-jenis durian (Durio spp) serta beberapa jenis Aglaia spp. Dari hasil penelitian LIPI (2003) di kawasan Hutan Tesso Nilo juga ditemukan tidak kurang dari 83 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan obat dan 4 jenis tumbuhan untuk racun ikan. Tanaman obat terpenting yaitu jenis Pagago (Centella Asiatica) dan Patalo Bumi (Eurycoma Longifolia).Pagago sudah dibudidaya masyarakat lokal sedangkan Patalo Bumi belum dibudidaya padahal sering dimanfaatkan sebagai fitofarmaka dan memiliki nilai jual tinggi.

 
Kawasan hutan ini mempunyai daerah yang basah dan kering sehingga memungkinkan untuk berkembangnya kehidupan satwa liar diantaranya Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus), Harimau (Panthera Tigris Sumatrae), Tapir (Tapirus Indicus), Rusa (Cervus Timorensis Russa), Siamang (Hylobathes Syndactylus Syndactylus), Beruang Madu (Helarctos Malayanus Malayanus). LIPI dan WWF Indonesia (2003) melaporkan bahwa kawasan Tesso Nilo memiliki indeks keanekaragaman mamalia yang tinggi yakni 3,696 jenis yang dijumpai 23 jenis mamalia dan dicatat sebanyak 34 (16,5% dari 206 jenis mamalia yang terdapat di Sumatera) dimana 18 jenis berstatus dilindungi serta 16 jenis termasuk rawan punah menurut IUCN.
 serindit riau

Untuk burung tercatat 114 jenis burung dari 28 famili, Total jenis burung yang ditemukan tersebut merupakan 29% dari total jenis burung di Pulau Sumatera yaitu 397 jenis.  Ada satu jenis yang merupakan catatan baru secara ilmiah untuk daerah sebarannya yaitu Kipasan gunung (Rhipidura albicollis) dan ada jenis endemik Sumatera dan Kalimantan dengan sebaran terbatas dihutan pamah, sudah terancam tetapi belum dilindungi yaitu Empuloh Paruh Kait. Yang paling menarik adalah pasukan khusus penjaga kawasan dari ancaman gajah liar dan aksi perambahan hutan yang dinamakan Flying Squad.  Pasukan yang terdiri atas beberapa ekor gajah dewasa ini secara rutin melakukan patroli ke dalam hutan setiap harinya.

Mengarungi Sungai Nilo dengan menggunakan perahu dan menyusuri lebatnya hutan di kawasan tersebut bersama pasukan patroli gajah dapat memberikan gambaran kepada siapa saja, bahwa manusia dapat hidup berdampingan dengan segenap penghuni hutan, asalkan ada kearifan di balik semua yang dilakukan. Pengunjung yang ingin memacu andrenalinnya dapat turut serta secara langsung menggiring gajah-gajah liar ke habitatnya. Di areal hutan ini pengunjung dapat menjumpai jejak-jejak harimau Sumatera atau satwa liar lainnya, seperti Tapir, Beruang, Macan Dahan dan lainnya

taman nasional
Sumber:

We’ll never share your email address with a third-party.