Taman Nasional Tesso Nilo adalah sebuah taman nasional yang terletak di provinsi Riau, Indonesia. Taman nasional ini diresmikan pada 19 Juli 2004 dan mempunyai luas sebesar 38.576 hektare. Taman Nasional Tesso Nilo adalah sebuah
taman nasional yang terletak di provinsi Riau tepatnya di Kecamatan Ukui, Kabupaten
Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hulu. Taman nasional ini diresmikan
pada 19 Juli 2004 dan kini Taman Nasional
Tesso Nilo menjadi salah satu primadona Wisata Provinsi Riau selain Fenomena Gelombang Bono di Teluk Meranti dan Istana Sayap di Kerajaan Pelalawan yang berada di Sungai Rasau (anak sungai Kampar). Terdapat 360 jenis flora yang
tergolong dalam 165 marga dan 57 suku, 107 jenis burung, 23 jenis mamalia, tiga
jenis primata, 50 jenis ikan,
15 jenis reptilia dan 18 jenis amfibia di setiap hektare Taman Nasional Tesso
Nilo. Tesso Nilo juga adalah salah satu sisa hutan dataran rendah yang menjadi
tempat tinggal 60-80 ekor gajah dan merupakan kawasan konservasi gajah. Selain itu
Taman Tesso Nilo juga sebagai tempat pelestarian habitat harimau
Sumatera. Masyarakat di sekitar Taman Nasional
Tesso Nilo mempertahankan pohon Sialang dan mengambil madu dari lebah yang ada
di pohon sialang dan menjadikan madu hutan sebagai usaha ekonomi
alternatif. Tahun 2001 Center for
Biodiversity Management dari Australia menemukan 218 jenis tumbuhan vascular
di petak seluas 200 m2. Sedangkan hasil penelitian LIPI dan WWF Indonesia
(2003) dalam petak sample plot berukuran 1 hektar ditemukan 360 jenis yang
tergolong dalam: 165 marga dan 57 suku dengan rincian 215 jenis pohon dan 305
jenis anak pohon, sehingga kawasan Tesso Nilo disebut-sebut sebagai hutan yang
terkaya keanekaragaman hayatinya di dunia.
Beberapa jenis tumbuhan yang ada di
Tesso Nilo merupakan jenis yang terancam punah dan masuk dalam data red list
IUCN, seperti Kayu Batu (Irvingia Malayana), Kempas (Koompasia Malaccensis),
Jelutung (Dyera Polyphylla), Kulim (Scorodocarpus Borneensis),
Tembesu (Fagraea Fragrans), Gaharu (Aquilaria Malaccensis), Ramin
(Gonystylus Bancanus), Keranji (Dialium Spp), Meranti (Shorea
spp), Keruing (Dipterocarpus spp), Sindora Leiocarpa, Sindora
velutina, Sindora Brugemanii, dan jenis-jenis durian (Durio spp) serta
beberapa jenis Aglaia spp. Dari hasil penelitian LIPI (2003) di
kawasan Hutan Tesso Nilo juga ditemukan tidak kurang dari 83 jenis tumbuhan
yang dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan obat dan 4 jenis tumbuhan untuk
racun ikan. Tanaman obat terpenting yaitu jenis Pagago (Centella Asiatica)
dan Patalo Bumi (Eurycoma Longifolia).Pagago sudah dibudidaya masyarakat lokal sedangkan Patalo
Bumi belum dibudidaya padahal sering dimanfaatkan sebagai fitofarmaka dan
memiliki nilai jual tinggi.
Kawasan hutan ini mempunyai daerah yang basah dan kering sehingga
memungkinkan untuk berkembangnya kehidupan satwa liar diantaranya Gajah
Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus), Harimau (Panthera Tigris
Sumatrae), Tapir (Tapirus Indicus), Rusa (Cervus Timorensis Russa),
Siamang (Hylobathes Syndactylus Syndactylus), Beruang Madu (Helarctos
Malayanus Malayanus). LIPI dan WWF Indonesia (2003) melaporkan bahwa kawasan Tesso Nilo memiliki
indeks keanekaragaman mamalia yang tinggi yakni 3,696 jenis yang dijumpai 23
jenis mamalia dan dicatat sebanyak 34 (16,5% dari 206 jenis mamalia yang
terdapat di Sumatera) dimana 18 jenis berstatus dilindungi serta 16 jenis
termasuk rawan punah menurut IUCN.
Untuk burung tercatat 114 jenis burung dari 28 famili, Total jenis burung
yang ditemukan tersebut merupakan 29% dari total jenis burung di Pulau Sumatera
yaitu 397 jenis. Ada satu jenis yang merupakan catatan baru secara ilmiah
untuk daerah sebarannya yaitu Kipasan gunung (Rhipidura albicollis) dan
ada jenis endemik Sumatera dan Kalimantan dengan sebaran terbatas dihutan
pamah, sudah terancam tetapi belum dilindungi yaitu Empuloh Paruh Kait. Yang paling menarik adalah pasukan khusus penjaga kawasan dari ancaman
gajah liar dan aksi perambahan hutan yang dinamakan Flying Squad. Pasukan
yang terdiri atas beberapa ekor gajah dewasa ini secara rutin melakukan patroli
ke dalam hutan setiap harinya.
Mengarungi Sungai Nilo dengan menggunakan perahu dan menyusuri lebatnya
hutan di kawasan tersebut bersama pasukan patroli gajah dapat memberikan
gambaran kepada siapa saja, bahwa manusia dapat hidup berdampingan dengan
segenap penghuni hutan, asalkan ada kearifan di balik semua yang dilakukan. Pengunjung yang ingin memacu andrenalinnya dapat turut serta secara
langsung menggiring gajah-gajah liar ke habitatnya. Di areal hutan ini
pengunjung dapat menjumpai jejak-jejak harimau Sumatera atau satwa liar
lainnya, seperti Tapir, Beruang, Macan Dahan dan lainnya
Sumber: